Allah swt berfirman,
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله
واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS Al Ahzab 21)
Sungguh telah
sepakat orang-orang yang hidup bersama Nabi saw, dan melihat risalahnya bahwa
beliau selalu mendahului mengucap salam kepada para sahabatnya. Mengarahkan
wajahnya pada lawan bicaranya, baik dengan orang dewasa atau anak kecil. Beliau
selalu belakangan menarik tangannya ketika berjabat tangan. Bila datang
terlambat selalu duduk di manapun tempat yang masih tersisa.[1]
Tidak
pernah enggan mengerjakan pekerjaan buruh dan kuli bangunan, seperti pada
pembangunan Masjid Nabawi juga ketika menggali parit pada Perang Khandaq. Selalu
menghadiri undangan baik dari orang merdeka, hamba sahaya atau ummat pada
umumnya dan selalu memberi idzin pada orang yang punya udzur.[2]
Beliau biasa
pergi ke pasar membawa sendiri barang keperluannya. Suka menambal baju,
memperbaiki sandal dan membantu pekerjaan istri-istrinya. Selalu mengikat
untanya sendiri, makan bersama pembantunya. Membantu mengatasi kebutuhan orang
lemah dan fakir serta biasa duduk di lantai bersama mereka.[3]
واخفض جناحك لمن اتبعك من المؤمنين
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,
yaitu orang-orang yang beriman.(QS Asy Syu’ara 215)
Hendaklah para da’i adalah
orang-orang yang terlebih dahulu menyucikan jiwanya sebelum orang lain. Selalu
menuduh dirinya sebelum menuduh orang lain. Lebih cepat kepada amal kebaikan
ketimbang orang lain. Senantiasa menyadari bahwa godaan hawa nafsu selalu
mengintainya tanpa lelah, menunggu saat dirinya lengah.
Maka
hendaklah ia senantiasa mengingat akan perjanjiannya dengan Allah dalam kalimat
syahadatnya, bahwa ia tidak akan pernah menyekutukan Allah sepanjang hidupnya.
Hendaklah
ia selalu merasakan keagungan Allah Azza wa Jalla dalam setiap waktu dan
keadaannya, bahwa Kebesaran Allah itu selalu menyertainya di kala ramai atau
pun sepi.
Hendaklah
ia menghisab dirinya ketika beramal, apakah ia bertujuan menggapai ridho
Allah dengannya? Atau ada sesuatu yang lain? Apakah kehidupannya hari ini sudah
sesuai dengan perintah dan larangan Allah dan RasulNya?
Hendaklah
ia menuduh dirinya sendiri dan menghukumnya jika menemukan dirinya dalam
keadaan bersalah, karena membiarkan kesalahannya sendiri tanpa hukuman akan
mempermudah datangnya kesalahan demi kesalahan berikutnya.
Hendaklah
ia memaksa diri, hati dan jiwanya untuk melawan kemalasan, kelalaian, dan
godaan-godaan hawa nafsunya dengan melakukan kebaikan yang lebih banyak, segera
begitu disadarinya bahwa ia sedang diliputi malas dan lalai.
Waallahu
a’lam bi ash shawwab.