Oleh Wahyu Bhekti Prasojo
1. Teks dan Sanad Hadits
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ العَزِيزِ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يَفْتَحُ
اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ» ، قَالَ: فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ لَيْلَتَهُمْ
أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّاسُ غَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَاهَا، فَقَالَ:
«أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ» . فَقَالُوا: يَشْتَكِي عَيْنَيْهِ يَا
رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «فَأَرْسِلُوا إِلَيْهِ فَأْتُونِي بِهِ» . فَلَمَّا
جَاءَ بَصَقَ فِي عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ، فَبَرَأَ حَتَّى كَأَنْ لَمْ يَكُنْ
بِهِ وَجَعٌ، فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ، فَقَالَ عَلِيٌّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا؟ فَقَالَ: «انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى
تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ، وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا
يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللَّهِ فِيهِ، فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ
بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا، خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ»[1]
2. Terjemah Hadits
Dari Sahl bin
Sa’d radhiyallahu’anhu, suatu ketika dalam peperangan Khaibar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, aku akan
memberikan bendera ini kepada seorang pria yang melalui kedua tangannya Allah
akan memberikan kemenangan, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan
Rasul-Nya pun mencintainya.” Sahl berkata: Maka di malam harinya orang-orang
pun membicarakan siapakah kira-kira di antara mereka yang akan diberikan
bendera itu. Sahl berkata: Ketika pagi harinya, orang-orang hadir dalam majelis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing dari mereka sangat
mengharapkan untuk menjadi orang yang diberikan bendera itu. Kemudian, Nabi
bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?”. Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah,
dia sedang menderita sakit di kedua matanya.” Sahl berkata: Mereka pun
diperintahkan untuk menjemputnya. Kemudian, dia pun didatangkan lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammeludahi kedua matanya dan
mendoakan kesembuhan baginya maka sembuhlah ia. Sampai-sampai seolah-olah tidak
menderita sakit sama sekali sebelumnya. Maka beliau pun memberikan bendera itu
kepadanya. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya harus memerangi mereka
hingga mereka menjadi seperti kita?”. Beliau menjawab, “Berjalanlah dengan
tenang, sampai kamu tiba di sekitar wilayah mereka. Lalu serulah mereka untuk
masuk Islam dan kabarkan kepada mereka hak Allah yang wajib mereka
tunaikan. Demi Allah, apabila Allah menunjuki seorang saja melalui
dakwahmu itu lebih baik bagimu daripada kamu memiliki onta-onta merah.”
(HR. Bukhari)
3. Takhrij
Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al
Bukhary dalam Shahihnya yaitu pada Bab ManaqibAli bin Abi Thalib, juz 5
halaman 18 dan pada bab Gazwatu Khaybar, juz 5 halaman 134. Imam Muslim
juga meriwayatkannya dalam Shahihnya pada bab Min Fadhail Ali bin Abi Thalib,
juz 4 halaman 1872.
Adapun Sahl bin
Sa’ad bin Malik bin Khalid Al Anshari Al Khadzraji As Sa’idi Abul ‘Abbas,
beliau dan ayah beliau merupakan shahabat yang masyhur, banyak dikenal.
Meninggal pada tahun 88 H, ada yang mengatakan setelah tahun tersebut, ada pula
yang mengatakan pada tahun 100 H.[2]
4. Penjelasan
Hadits dan Pelajarannya
a.
Pada
peperangan Khaybar, gerak pasukan Islam tertahan karena kuatnya perbentengan
Khaybar itu. Sehingga pada suatu malam yaitu malam ke tujuh, Rasulullah
mengatakan akan menyerahkan kepemimpinan pasukan kepada orang yang akan
memenangkan pertempuran. Orang itu adalah Ali bin Abi Thalib.[3]
b.
Hadits
ini menjelaskan kebenaran Nubuwah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
yaitu : kaum muslimin menang dalam pertempuran itu dipimpin oleh Ali bin Abi
Thalib yang mulanya sakit mata, lalu sembuh seketika oleh ludah Rasulullah.
c.
Meskipun
dalam peperangan, Rasulullah tetap memerintahkan mengutamakan sikap kelembutan
terhadap orang-orang yang dihadapi. Karena menginginkan mereka bisa menerima
ajakan dakwah dan petunjuk ke jalan yang benar.
d.
Hadits
ini menjelaskan keutamaan dakwah kepada Allah Ta’ala, yaitu bahwasanya
menunjuki seseorang kepada Islam jauh lebih baik pahalanya daripada harta dan
perbendaharaan dunia yang paling baik sekalipun, yang dalam hadits tersebut
diungkapkan dengan unta merah. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqy menjelaskan
bahwa onta merah oleh kaum Quraisy digunakan untuk mengungkapkan harta benda yang
paling berharga, karena tidak ada lagi onta yang lebih mahal darinya.[4]
Keutamaan dakwah
ilallah amatlah banyak, tersebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah,
diantaranya : Allah Ta’ala berfirman,
والعصر إن الإنسان لفي خسر إلا
الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.” (QS. Al Ashr :1-3).
Maka orang-orang yang beruntung
ialah mereka yang beriman kepada Allah baik sebagai Rabb Pencipta alam semesta,
maupun sebagai Ilah yang berhak diibadahi semata, dan beramal shalih yaitu amal
yang dikerjakan ikhlas karena Allah semata, dan sesuai dengan petunjuk
Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian bersegera dalam menyempurnakan dan
memperbaiki orang lain dengan menyeru manusia kepada al haq, yaitu setiap yang
disyariatkan oleh Allah, kemudian bersabar di atas al haq tersebut, baik
bersabar ketika mengerjakan ketaatan, bersabar dalam menjauhi keburukan, dan
bersabar ketika ditimpa musibah.[5]
Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ
لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ
الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ
شَيْئًا[6]
Artinya, Dari Abu Hurayrah, bahwa
Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka baginya
pahala semisal dengan orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun
pahala yang diperoleh orang tersebut. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan,
baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa orang
itu sedikitpun” (HR. Muslim).
[1]
Muhammad
bin Isma’il Abu Abdullah al Bukhary al Ja’fy, Shahih Bukhary, Dar
at Tuqa an Najah, 1422H, Juz 5, hal. 18.
[2]
Ali bin Yahya Al Haddadi, Ta’liqat ‘ala Arba’ina Haditsan fi
Manhajis Salaf, alih bahasa Yhouga
Ariesta (http://muslim.or.id/manhaj/keutamaan-dakwah-ilallah.html),
diakses pada 6/11/2014, 7:45 wib.
[3]
Munawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw, Gema Insani
Press, Jakarta, 2001, Jilid 4, hal.144.
[4]
Muslim, op.cit, Juz 4, hal. 1872.
[5]
Ali
bin Yahya Al Haddadi, Ta’liqat ‘ala Arba’ina Haditsan fi Manhajis Salaf,
alih bahasa Yhouga Ariesta (http://muslim.or.id/manhaj/keutamaan-dakwah-ilallah.html), diakses
pada 6/11/2014, 7:45 wib.
[6]
Muslim, op.cit, Juz 4, hal.2060.