Thursday, November 15, 2018

Makna Ummah menurut Imam Ar Raghib Al Asfihany

Oleh Wahyu Bhekti Prasojo Ummah berasal dari kata umm yang berarti ibu. Dengan demikian, bagi setiap manusia muslim, ummat menjadi semacam ibu pertiwi. Ibu pertiwi dalam dunia Islam bukan hanya loyalitas kepada tanah yang bersifat batasan-batasan geografis tapi juga kesetiaan kepada universalitas dunia Islam. Bahwa semua orang Islam dari segala penjuru dunia dapat menjadi satu saja ketika mereka bertemu dalam ibadah haji dan segenap manasiknya. Imam Al-Raghib al-Isfahani (w. 502 H) memperluas makna ummat tidak hanya terkait sepenuhnya dengan agama. Ummat baginya adalah setiap kumpulan yang bersatu baik pada satu masalah, satu agama, satu zaman tertentu, ataupun tempat tertentu, baik itu alami atau direkayasa. DEFINISI UMMAH Selanjutnya beliau menuliskan beberapa tempat kalimat ummat dengan makna-makna yang berbeda dalam Al Qur’an, yaitu: 1. Kata ummah dalam pengertian umat manusia seluruhnya (satu kelompok) yang hidup saling mengadakan interaksi antara satu dengan lainnya, seperti dalam firman Allah: كان الناس أمة واحدة فبعث الله النبيين مبشرين ومنذرين Artinya:“Manusia adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan." (Q.S. Al Baqarah:213) ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة ولا يزالون مختلفين Artinya: Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.(Q.S. Huud:118) 2. Kata ummah, dalam pengertian segolongan dari umat Islam sebagaimana firman Allah: ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون Artinya:"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung."(Q.S. Ali Imran:104) 3. Ummat dalam pengertian sebagai agama. بل قالوا إنا وجدنا آباءنا على أمة وإنا على آثارهم مهتدون Artinya : Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka."(Q.S. Az Zukhruf:22). 4. Kata ummah, dalam pengertian suatu periode waktu sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an: وقال الذي نجا منهما وادكر بعد أمة أنا أنبئكم بتأويله فأرسلون Artinya:"Dan berkatalah orang-orang yang selamat diantara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya; "Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mentakwilkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).(Q.S. Yusuf:45) 5. Kata ummah dalam pengertian imam (pemimpin) yang diteladani sebagaimana firman Allah: إن إبراهيم كان أمة قانتا لله حنيفا ولم يك من المشركين Artinya:"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan (Tuhan)."(Q.S. An Nahl:120). UMMAH DALAM PIAGAM MADINAH Terminologi ummah yang luas inilah yang dapat kita fahamkan dalam teks Piagam Madinah. Ia mengintegrasikan warga Anshar, Muhajirin, kaum Yahudi, Nashrani serta kelompok-kelompok lain dalam satu ikatan persatuan dan perdamaian serta keselarasan hidup. Memang, masing-masing kepala suku yang sebelumnya mempunyai kekuatan/kekuasaan politik dan hanya berhubungan dengan kepala suku lainnya, maka dalam bentuk bangunan masyarakat baru kota (Yatsrib) Madinah, suku-suku yang ada saat itu seakan membentuk suatu konfederasi yang tergabung dalam suatu kesatuan yang dinamakan ummah di bawah pimpinan Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian, tergambar bahwa pengertian ummah dalam piagam Madinah adalah adanya/timbulnya suatu paham politik baru di kalangan warganya, yakni kesadaran paham bernegara, walaupun dalam bentuk yang amat sederhana. Dapat pula dipahami bahwa kata ummah dalam Piagam Madinah, lebih luas pengertiannya dari makna yang lazim dipahami sebagai kata yang mengacu kepada komunitas agama.

Rahasia dipilihnya Jazirah Arab sebagai Tempat Turunnya Islam

Oleh Wahyu Bhekti Prasojo Masa sebelum hingga menjelang kelahiran Rasulullah adalah masa kegelapan bagi peradaban manusia. Di bagian barat manusia mengagungkan akal dan materi sehingga membangkang perintah-perintah agama dalam kitab-kitab suci yangn ada pada mereka. Bahkan mereka karena memperturutkan hawa nafsu, berani mengubah isi kitab suci sesuai kepentingan mereka. Di sebelah timur manusia terjebak dalam spiritualisme yang penuh khayalan dan khurofat. Sehingga menghinakan diri mereka menyembah kepada hewan, pohon dan batu atau berhala yang mereka buat sendiri, manifestasi dewa-dewa dalam khayalan mereka. Secara akhlaq, manusia di kedua belahan bumi itu sama saja. Mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Satu golongan menindas golongan yang lain dengan alasan perbedaan ras, kasta, status sosial dan derajat keagamaan. Nilai kaum perempuan sangat rendah, menjadi permainan bangsa-bangsa yang suka berperang dan menumpahkan darah hanya demi nafsu kekuasaan. Semua itu mereka lakukan berdasarkan pembenaran dari kitab-kitab suci yang mereka ubah-ubah atau ajaran agama yang disusun oleh sebagain elit agama sesuai nafsu dan kepentingan mereka. Seolah agama dan kitab sucilah yang menyuruh mereka melakukan kebejatan moral semacam itu. Sementara itu orang-orang di jazirah Arab tidak memiliki warisan budaya semacam itu. Jiwa mereka hidup bebas berdasarkan instinknya yang paling dasar. Jika mereka melakukan perbuatan buruk semata-mata karena hawa nafsunya tanpa mereka landaskan kepada dalil-dalil ayat suci atau ajaran agama. Mereka juga mengalami kemerosotan akhlaq, menghalalkan judi, menghinakan kaum perempuan, suka berperang dan lain-lain. Tapi itu semua disebabkan ketidaktahuan mereka. Kondisi ini lebih cocok bagi tempat lahirnya sebuah gerakan pembaharuan ketimbang tempat-tempat lain di sekitarnya. Selanjutnya, sesungguhnya Allah telah menentukan jazirah arab dan mempersiapkannya sebagai tempat bermulanya da’wah Islam dengan faktor-faktor yang mendukung baginya yaitu : 1. Adanya bangunan ka’bah, yaitu bangunan pertama yang khusus dibangun untuk menyembah Allah. Ini adalah kehendak Allah untuk mengingatkan manusia akan symbol Tauhid yang telah diajarkanNya melalui para nabi yang diutusNya. Sangat lazim jika tempat dimana bermulanya risalah tauhid diajarkan, juga menjadi tempat penutup dan penyempurna risalah tauhid itu. 2. Letak geografis jazirah arab yang strategis. Yang pertama secara geografis Jazirah arab memang seolah-olah berada di pusat dunia. Ia diapit oleh wilayah-wilayah berpenduduk ramai di utara, barat dan timur. Sedangkan di selatan adalah laut. Dengan situasi semacam itu, berita tumbuh dan berkembangnya Islam yang terjadi di sana dapat dengan cepat tersebar dan diketahui orang banyak. Hal ini tentu berbeda jika Islam diturunkan di tengah-tengah Afrika misalnya. Kondisi ini juga menempatkan jazirah arab di tengah peradaban-peradaban besar dunia yang kelak ditaklukkan Islam di masa datang. Yang berikutnya, Jazirah Arab juga terletak pada jalur perdagangan bangsa-bangsa. Mereka yang datang dari barat (afrika terutama bagian utara), barat laut dan utara (eropa) lewat darat (jalur sutra atau silk road) bertemu dengan yang dari timur (india dan tiongkok) dan selatan (asia tenggara) di jazirah arab melalui jalur pelayaran (sea road)yaitu di pelabuhan-pelabuhan Yaman. 3. Faktor bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa yang tidak banyak mengandung kiasan-kiasan. Idiom-idiomnya menjelaskan maksud dan arti kata sebagaimana adanya, tidak ada sayap-sayap. Karakter bahasa semacam inilah yang sesuai untuk menjelaskan hakikat, maksud dan tujuan-tujuan sebuah agama dan kitab suci, dalam hal ini Islam dan Al Qur'an dengan benar dan jelas. Bahasa Arab juga adalah bahasa yang sangat detail membedakan suatu hakikat dengan hakikat yang lainnya. Karakter bahasa seperti ini juga sangat baik untuk menjelaskan maksud dari pernyataan-pernyataan. 4. Selanjutnya menurut Syaikh An Nadawi adanya faktor kelebihan karakteristik bangsa Arab yaitu; hati mereka bersih, kebanyakan mereka memiliki kemauan yang kuat, suka berterus terang dan to the point, mereka menghormati kejujuran, kuat menjaga amanah dan berani serta mereka itu pada umumnya berjiwa bebas dan egaliter. Karakter semacam ini, menurut Syaikh Mubarakfury disebabkan karena belum adanya agama atau peradaban besar yang mempengaruhi pola fikir bangsa Arab ketika itu. Syaikh Ramadhan Al Buthi menjelaskan hal ini membuat pola fikir bangsa Arab pada umumnya masih bersih dari ideology-ideologi (ummy). Kondisi ini lebih cocok untuk menyemaikan suatu ajaran baru karena hati dan jiwa yang masih bersih (kosong) tentu lebih mudah menerima suatu pengetahuan ketimbang hati dan jiwa yang sudah terisi pengetahuan sebelumnya. Juga karena kondisi jazirah yang kering dan berbukit-bukit membuatnya bebas dari incaran bangsa-bangsa lain, sehingga melahirkan jiwa-jiwa bebas dan pemberani. Karakter ini bersama karakter-karakter yang disebutkan Syaikh An Nadawi sebelumnya terbukti sangat dibutuhkan bagi perjuangan menyebarkan kebenaran Islam di kemudian hari. Semua hal yang disebutkan ini adalah unsur-unsur yang dipersiapkan Allah swt bagi lahirnya seorang yang akan membawa risalahNya yang terakhir dari negeri yang diinginkanNya, yaitu jazirah Arab. Tidaklah mungkin pada situasi saat itu, akan ditemui faktor-faktor itu di wilayah-wilayah Romawi, Persia, India atau Tiongkok.