Sunday, July 24, 2016

PILAR PILAR ISTIQOMAH

Hubungan yang Kuat dengan Allah

Hubungan yang dekat dengan Allah akan memberi panduan bagi langkah dan amal seorang muslim. Untuk mendapatkannya seorang muslim harus yakin akan tiga hal; yaitu:
1. Yakin bahwa hidup dan mati itu urusan Allah semata.
2. Yakin kaya dan miskin ada di tangan Allah.
3. Yakin bahwa Allah mengetahui dengan rinci setiap tindakan, gerak, niat, angan-angan bahkan bersitan pikiran dan perasaan kita.

Pelatihan jiwa untuk meningkatkan keyakinan

1. Qiyamul Lail

” Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam ” QS. Adz Dzuriyaat : 17

” Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai ibadah
tambahan bagimu ” QS. Al Israa : 79

Qiyaamul lail akan menciptakan kebahagiaan jiwa dan kedamaian didalam dada. Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa salam telah menyebutkan di dalam hadits sahih bahwa seorang hamba yang bangun tengah malam, ingat Alloh, kemudian mengambil wudhu’ dan melakukan sholat, maka dia akan semakin energik dan jiwanya tenang.

Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Kalian harus
mengerjakan shalat malam, sebab itu kebiasaan orang-orang saleh sebelummu, jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, penebus dosa dan kejelekan, serta
penangkal penyakit dari badan.” (HR Tirmidzi).

Ketenangan dan ketenteraman yang diperoleh oleh seseorang yang melakukan shalat Tahajud memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi. Sebab, dalam shalat Tahajud terdapat dimensi dzikrullah (mengingat Allah). Ini
sebagaimana firman Allah SubhanaHu Wa Ta’ala, ”(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d: 28).
Sehingga, dalam hal ini terdapat rumusan hukum imbasan atau sebab akibat (kausalitas). Yakni, bila kita ingin mendapatkan rasa tenang dan tenteram, maka berdekat-dekatlah kepada Dia Yang Mahatenang dan Mahatenteram, agar sifat-sifat itu mengimbas kepada kita.

Dengan demikian, shalat Tahajud yang dikerjakan dengan ikhlas akan mampu mengurangi beban kejiwaan yang sedang menyelimuti seseorang. Allah SubhanaHu
Wa Ta’ala berfirman, ”Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari.” (Al-Muzammil: 1-2). Ketika Rasulullah sedang dirundung masalah: Kegelisahan, kecemasan, kekhawatiran, atau ketakutan
karena menghadapi berbagai kemungkinan yang menimpanya beliau diperintahkan untuk sholat malam dengan ayat ini.

2. Tilawah al Qur'an

Tilawah Qur'an sangat penting untuk menguatkan hubungan dengan Allah karena satu saja alasan : Dia adalah kata-kata Allah kepada manusia penghuni planet Bumi.

Allah SWT berfirman,

“Dan Ini (Al-Qur’an) adalah Kitab yang Telah kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.”
(QS. Al-An’am (6) : 92)

Sepanjang sejarah bangsa-bangsa manusia, Allah selalu menurunkan kata-kata dan kalimatNya kepada manusia melalui mulut para utusannya. Sekarang tinggal hanya Al Qur'an ini saja yang menjadi bukti hakikat itu. Jadi mengapa kita tak mau bercakap2 dengan Allah?

AlQur'an sebagaimana kitab2 terdahulu dibawa oleh para mujahid ke pelosok-pelosok peradaban manusia dengan segala daya upaya dan pengorbanan. Diwariskan dari generasi ke generasi dengan tetesan keringat, air mata dan darah. Semua itu karena rasa bahagia yang membuncah dalam dada para mujahid itu mengemban kata dan kalimat Allah. Sehingga mereka mengikrarkan sebuah misi dalam hidup mereka : manusia harus diberi kesempatan untuk membaca Al Qur'an.

fungsi Tilawah al-Qur’an

Pertama, tilawah merupakan peran penting kenabian (muhimmah nabawiyah), (Q.S. al-Ra’ad 30). Bacaan ini memiliki fungsi membersihkan jiwa yang membawa manusia kepada ketinggian psikologis. Dan ini telah dibuktikan oleh Rasul dengan sekaligus mengajar dan merealisasikan ajaran al-Qur’an.

Kedua, tilawah adalah argumentasi ketuhanan (hujjjah ilahiyah). Telah dibuktikan bahwa Tuhan tidak pernah menghukum suatu kaum yang telah diutus kepada mereka seorang Rasul dan mereka selalu membaca aturan-aturan Tuhan yang berada dalam alam, kehidupan dan manusia (Q.S. al-Qashas, 59).

Ketiga, bacaan sebagai bentuk pendidikan jiwa (tarbiyah ruhiyah). Al-Qur’an telah menekankan akan pentingnya penyerahan nurani sebagai efek dari bacaan ayat-ayat Tuhan. Dari itu, al-Qur’an memuji bacaan orang-orang beriman yang berorientasi kepada sikap berserah diri (istislam) kepada Sang Pencipta. (Q.S.al-Isra 107-109).

Keempat, bacaan sebagai petunjuk hukum (hidayah tasyri’iyah). Diantara makna tilawah adalah berbentuk motivasi dalam mengikuti hukum Tuhan dalam pelbagai hal, hal ini karena kitab al-Qur’an telah menyediakan solusi dari segala problematika manusia.

Kelima, bacaan merupakan penyangga dari perilaku kebaikan (arkan min al-amal al-sholeh).

Keenam, bacaan merupakan cara untuk mengetahui aturan-aturan Tuhan.

Ketujuh, bacaan merupakan tanggung jawab yang besar. Seseorang yang membaca ayat Tuhan bertanggung jawab terhadap segala tugas yang telah diembannya sebagai hamba.

3. Berdo'a kepada Allah dengan penuh pengharapan

Allah adalah satu-satunya tempat meletakkan kebutuhan yang ada di hati kita dan menginginkan kita untuk mencarinya dengan cara meminta-Nya. Allah senang saat kita meminta kepada-Nya, karena ucapan doa kita sebenarnya adalah pemberian-Nya. Petisi kita kepada Allah; milikilah keyakinan sempurna dan kepercayaan bahwa Allah akan menjawab.

Allah berfirman dalam hadits qudsi, "Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada diri-Ku." (HR. Bukhari)

Umar bin Al-Khattab ra. berkata, "Aku tidak khawatir tentang jawaban doaku, sebaliknya aku khawatir saat membuat permohonan, [sebab] aku tahu bahwa jika aku terinspirasi [Allah] untuk memohon, maka jawabannya akan datang dengan itu."

"Ketika Allah mengilhami lidah Anda untuk meminta, ketahuilah bahwa Dia ingin memberi." (Ibnu Ata'Allah Al-Iskandari)

“Sesungguhnya Tuhanku amat dekat [rahmat-Nya] lagi memperkenankan [doa hamba-Nya].“ (QS. Hud: 61)

Sayyid Quthb menuliskan dalam tafsir Zilalnya tentang kisah nabi Saleh dengan kaum Tsamud bahwa, “'Idhafah 'penggabungan' kata Rabbi 'Tuhanku' dengan kata Qarib 'dekat' dan Mujib 'memperkenankan' dalam satu rangkaian dan dalam tempat berdekatan, melukiskan suatu gambaran tentang hakikat uluhiyah (ketuhanan) sebagaimana yang tampak dalam hati yang jernih dan pilihan. Sehingga menimbulkan suasana ketenangan, keberhubungan dan kasih sayang, yang berkembang dari hati nabi yang saleh ke hati para pendengarnya.”

"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina." (QS. Ghafir: 60)

Maka mintakan semua kebutuhan kita kepada Allah karena Dialah satu-satunya tempat bergantung.

Thursday, July 21, 2016

PILAR PILAR ISTIQOMAH

Iman yang Mendalam kepada Allah

Makna Iman: Mengi'tiqadkan diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya, bahwasannya Allah adalah Rabb segala sesuatu, yang menciptakan, memiliki dan menguasai. Dia lah satu-satunya Ilah yang berhak diibadahi dengan penuh harap, takut, rendah diri, patuh dan pasrah. Dia lah pemilik segala sifat mulia yang sempurna suci dari segala kekurangan.

Macam-macam Tauhid:
1. Tauhid Rububiyah.
Rabb mengandung makna memliki dan mengatur (Misbahul Munir). Bertauhid rububiyah berarti pernyataan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, penguasa dan pemilik alam raya beserta makhluk di dalamnya. Yang menghidupkan dan mematikan, pemberi manfaat dan madharat. Yang mengabulkan do'a orang yang sedang kesulitan dan menolaknya. Kepadanyalah segala urusan dikembalikan.
"Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb alam semesta" (al A'raf 54).

Yg termasuk dalam tauhid ini adalah pasrah kepada taqdir.

2. Tauhid Uluhiyah
Keyakinan akan tauhid rububiyah dimanifestasikan dalam ibadah hanya kepada Allah saja satu-satunya. Itulah makna tauhid uluhiyah.
"Hai manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. Dia lah yg telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap serta menurunkan hujan dari langit itu, lalu menumbuhkan dengan hujan itu segala buah2an sebagai rizqi untukmu, maka janganlah kamu menjadikan bagiNya sekutu, padahal kamu mengetahui (al Baqarah 21-22).
Baca juga ayat kursi (al Baqarah 255). Pada ayat ini Allah disebut sebagai Ilah.
Maka bertemulah rububiyah dan uluhiyah Allah dalam sikap ketundukan yang total dan penghinaan diri seorang hamba yang menyembah kepadaNya. Ibarat seorang pengemis yang meminta dengan sangat agar diberi karena lapar yang melilit perutnya.

Kamalul Hubb yahtaju ila kamalul khudu' wat tadzallul. Totalitas cinta -kepada Allah- membutuhkan ketundukan yang total dan penghinaan diri dihadapan yang dicintai. (Syarah Qashidah Ibnul Qayyim al Jauziyah). Yaitu at Tawajuh Ilayhi bil 'ibadah wal Khusyu' wal khudu'. (menghadapkan wajah kepadaNya saja dengan ibadah, khusyu' dan Tunduk).

3. Tauhid Asma' dan Sifat.
Yaitu pengi'tiqadan diri secara bulat-bulat bahwa Allah saja yang patut menyandang sifat-sifat kesempurnaan, bersih serta suci dari kelemahan dan kekurangan.

Jangan sekali-kali mencari-cari, menghubung-hubungkan atau menyama-nyamakan Allah dengan makhluqNya, dalam hal makna maupun hakikat karena tidak akan ada kesamaan (Tafsir Imam Al Qurthubi).

Maka tidak dibenarkan memperlakukan makhluq dengan perlakuan yang hanya merupakan Hak Allah.

Thursday, July 14, 2016

Antara Fiqih dan Hadits

Kenapa para Imam Mazhab seperti Imam Malik tidak memakai hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang katanya merupakan 2 kitab hadits tersahih?

Untuk tahu jawabannya, kita harus paham sejarah. Begini kronologinya:

Imam Malik lahir tahun 93 Hijriyah. Sementara Imam Bukhari lahir tahun 196 H dan Imam Muslim lahir tahun 204 H. Artinya Imam Malik sudah ada 103 tahun sebelum Imam Bukhari lahir.

Apakah hadits para Imam Mazhab lebih lemah dari Sahih Bukhari dan Sahih Muslim?

Justru sebaliknya. Lebih kuat karena mereka lebih awal lahir daripada Imam Hadits tsb.

Rasulullah SAW bersabda
, خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in).”[HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 ]

Berikut urutan tahun lahir para Imam Madzhab yang empat:

1) Imam Hanafi lahir:80 hijrah
2) Imam Maliki lahir: 93 hijrah
3) Imam Syafie lahir:150 hijrah
4) Imam Hanbali lahir:164 hijrah

Jadi agaknya kita --manusia akhir zaman--: 1. Tidak pantas menghakimi pendapat Imam Mazhab dengan Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Karena sebagaimana sabda Rasul di atas, apalah artinya kurun kita ini dibanding kurun mereka?

2. Tidak adil jika membandingkan pendapat hasil ijtihad para ulama pendahulu kita tersebut. Karena berdasarkan metodenya yang berbeda, hasil “ijtihad” mereka pun berbeda-beda satu sama lain…

Sebagai contoh, misalnya menurut Sahih Bukhari sholat Nabi "begini dan begitu" dan beda dengan sholat Imam Mazhab, tidak pasti berarti sholatnya para Imam Madzhab itu salah. Karena para Imam Mazhab seperti Imam Malik melihat langsung cara sholat puluhan ribu anak2 sahabat Nabi di Madinah. Anak2 sahabat ini belajar langsung ke Sahabat Nabi yang jadi bapak mereka. Persaksian mereka itulah yang mereka tulis sebagai madzhab mereka. Sedangkan para Imam Madzhab menggunakan metode periwayatan, yaitu mereka mendengar dari "fulan" dari "fulan" dan seterusnya. Maka, bagaimana akan kita bandingkan kedua hasil ijtihad dari dua metode ini?

Imam Bukhari dan Imam Muslim pun meski termasuk pakar hadits paling top, tetap bermazhab. Mereka mengikuti mazhab Imam Syafi’ie. Ini adalah Imam Hadits yang mengikuti Mazhab Syafi’ie: Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam Ibnu Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim.
Wallahua'lam bishshowwab.

(Ditulis ulang dari sebuah posting di grup whatsapp)

Sunday, July 10, 2016

Keutamaan Istighfar

Dalam suatu majelis ilmu Imam Hasan Al Basri:

“Seorang pria mengeluh kepada Hasan Al-Basri rahimahullah tentang kekeringan, dan beliau [Al-Basri] berkata kepadanya, Beristighfarlah' (Mohon ampunlah) kepada Allah.'

Seorang pria lain mengeluh kepadanya kemiskinan dan beliau memberi nasihat kepadanya, 'Beristighfarlah (Mohon ampunlah) kepada Allah.'

Seorang pria lain mengatakan kepadanya bahwa ia tidak dapat memiliki anak. Beliau menjawab, 'Beristighfarlah (Mohon ampunlah) kepada Allah.'

Kemudian orang-orang bertanya: 'Yaa Syaikh mengapa orang-orang menanyakan persoalan yang berbeda, tetapi jawaban anda sama saja?. Beliau menjawab, 'Ini bukan pendapat pribadi saya, ini Allah berfirman dalam Surah Nuh (ayat 10-12)':

“Beristighfarlah (Mohon ampunlah) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan [pula di dalamnya] untukmu sungai-sungai.“ (QS. Nuh: 10-12)

(Tafsir Al-Qurtubi 18/301-302)g