Sunday, March 4, 2018

Metode Amar Ma'ruf Navy Munkar

oleh Wahyu B Prasojo

Ahmad Mubarok berpendapat bahwa Ma’ruf adalah sesuatu yang secara social dipandang memiliki kepantasan. Ia adalah sesuatu tentang bagaimana cara menegakkan keadilan dan kejujuran, atau bagaimana caranya berbakti kepada orang tua, atau menolong orang yang lemah. Secara bahasa al ma’ruf artinya sesuatu yang diketahui, yang kemudian diartikan sebagai kebaikan. Bahwa pada dasarnya (fitrah) manusia mengetahui nilai-nilai kepantasan, kepatutan yang secara social dipandang sebagai kebaikan.
Oleh karena itu, Imam Az Zamakhsyari menyebutkan syarat melakukan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai berikut:
لا يصلح له إلا من علم المعروف والمنكر، وعلم كيف يرتب الأمر في إقامته وكيف يباشر
Hendaklah ia memahami dengan jelas tentang yang ma’ruf dan yang munkar dan mengetahui bagaimana menata urusan-urusan yang berkaitan dengannya dan cara menyampaikannya.
Secara lebih humanis, Imam Sufyan ats Tsauri melarang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar kecuali bagi orang yang memiliki tiga sifat “
رَفِيقٌ بِمَا يَأْمُرُ، رَفِيقٌ بِمَا يَنْهَى، عَدْلٌ بِمَا يَأْمُرُ، عَدْلٌ بِمَا يَنْهَى، عَالِمٌ بِمَا يَأْمُرُ، عَالِمٌ بِمَا يَنْهَى”
kasih sayang dalam sesuatu yang ia perintahkan dan ia larang, berlaku adil dalam sesuatu yang ia perintahkan dan ia larang, dan memiliki pengetahuan tentang sesuatu yang ia perintahkan dan ia larang.
Imam Al Baydhowy memberi syarat bagi pelaksana amar ma’ruf nahi munkar sebagai berikut:
العلم بالأحكام ومراتب الاحتساب وكيفية إقامتها والتمكن من القيام بها
Yaitu:
1. Mengetahui hukum-hukum,
2. Mengetahui tahapan-tahapan memberi peringatan,
3. Mengetahui tata cara melaksanakan peringatan,
4.   Memiliki kemampuan membudayakan nilai-nilai (Islam).
Syarat-syarat ini dapat juga difahami sebagai acuan langkah-langkah dan tahapan pelaksanaan amar ma’ruf nahy munkar. Ini sejalan dengan pandangan Adh Dhahak di atas, bahwa menyampaikan kebenaran dan mencegah kemungkaran itu, mesti dilakukan dengan cara yang baik (ma’ruf). Jangan sampai mencegah kemungkaran justru menimbulkan kemungkaran lain yang lebih besar bahayanya.
Maka seorang da’i hendaklah memperlakukan objek dakwahnya secara baik, santun, lemah lembut, penuh kasih sayang, arif dan bijaksana. Seorang da’i hendaknya senantiasa mengharapkan kebaikan bagi mad’unya. Bukan Sebaliknya -- meminjam istilah Jum’ah Amin Abdul Aziz --, “mendorong pelaku maksiat masuk neraka.” Yaitu dengan mengesankan bahwa seolah-olah pintu taubat telah tertutup bagi pelaku maksiat itu, sehingga membuatnya putus asa dari rahmat dan ampunan Allah.
Allah SWT telah menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW mendakwahi kaumnya. Allah SWT berfirman :
فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلين
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya “  ( Q.S. Ali Imran[3] : 159)

No comments:

Post a Comment