Secara bahasa,
aqidah berasal dari perkataan bahasa arab yaitu kata dasar ‘aqada yang
berarti ikatan pada tali dan semacamnya, fondasi bangunan, jual beli,
perjanjian dan sumpah.[1]
Jika disebutkan
al ‘aqdu, maka ia berarti sesuatu yang menjadi dasar dari suatu
bangunan.[2]
Makna lainnya dari al aqdu adalah al ‘ahdu, yaitu kesepakatan
antara dua pihak yang mengikat kedua belah pihak untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan kesepakatan itu, seperti pada perjanjian jual beli dan akad
nikah.[3]
Demikian pula pada perjanjian kerja, umpamanya dalam bidang ekonomi atau
politik, maka aqdu mewajibkan seseorang untuk bekerja melayani seseorang
lainnya dengan imbalan gaji atau upah.[4]
Maka al
‘aqidah adalah sebuah hukum atau kepastian yang tidak diterima adanya
keraguan padanya bagi orang yang meyakininya. Dalam agama, maksudnya adalah
keyakinan-keyakinan yang bukan perbuatan, seperti yakin kepada eksistensi Allah
dan diutusnya rasul-rasul.[5]
Sedangkan secara
istilah, aqidah menurut Hasan al-Banna adalah beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak
bercampur sedikit dengan keraguan-raguan.[6]
Sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri
oleh keraguan dan kebimbangan,atau dapat juga diartikan sebagai iman yang teguh
dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya serta
tidak mudah terurai oleh pengaruh manapun baik dari dalam atau dari luar
diri seseorang.
[1]
Ibrahim
Mustafa, at.all, Al Mu’jam Al Wasith, (Istambul, Al Maktabah Al
Islamiyah, lit Tiba’ah wan Nasyr wat Tauzi’, 1972), hal.613-614.
[2]
Ibid.hal.614
[3]
Ibid.hal.614.
[4]
Ibid.614.
[5]
Ibid.614.
[6]
Hasan Al Banna,
Majmu’atu Rosail Hasan Al Banna, terj. Khozin Abu Faqih &
Burhan, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al Banna, (Jakarta,
I’tishom Cahaya Ummat, 2011), Jilid 2, hal.343.
No comments:
Post a Comment