Wednesday, April 5, 2017

Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Ummat


oleh wahyu b prasojo

         
            Ummat Islam harus memiliki berbagai kemampuan, pengalaman, sarana dan prasarana yang memungkinkannya berproduksi guna memenuhi kebutuhannya. Tanpa kemandirian secara ekonomi ummat Islam tidak akan memiliki izzah atau harga diri, sehingga bisa berdiri sejajar di hadapan bangsa-bangsa lain.

Di antara factor penting guna mewujudkan kemandirian bangsa adalah meningkatkan penguasaan teknologi pertanian, pengembangan medis dan obat-obatan serta penguasaan teknologi industry berat.[1]

Beberapa langkah menuju kemandirian ekonomi; antara lain:

  1. Optimalisasi asset sumber daya alam
    Kaum muslimin harus dapat mengelola sendiri sumber daya alamnya secara optimal. Jangan sampai mereka hanya menerima sisa dari hasil kerja orang lain yang memanfaatkannya. Oleh karena itu kaum muslimin harus menyiapkan:

  1. Sumber daya manusia yang tepat, yang sesuai dengan potensi kekayaan alam yang dimilikinya. Pada kasus Indonesia misalnya harus disiapkan sumber daya pertanian, pertambangan, perminyakan, kelautan dan perikanan dan sebagainya.
  2. Menyusun perencanaan yang matang. Perencanaan yang matang berdasarkan data-data statistic yang konkret, pengetahuan yang sempurna tentang realitas lapangan, mengenal kemampuan diri sendiri sehingga dapat menentukan prioritas pembangunan.
  3. Konsolidasi antar cabang produksi, jangan sampai terjadi ketimpangan hasil-hasil produksi sehingga masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka secara seimbang. Ini salah satu hasil dari adanya perencanaan yang matang.

  1. Khazanah Perekonomian Islam
    Dewasa ini telah banyak bermunculan lembaga-lembaga ekonomi yang menggerakkan usahanya berdasarkan syari’at Islam. Sistem perbankan Islam memiliki kelebihan-kelebihan yang nyata, yang juga mulai diakui negara-negara maju di Eropa semacam Inggris, Jerman dll.
  2. Membangun Pasar Bersama Negara-negara muslim
    Sebuah perjanjian pasar bersama di antara negara-negara berpenduduk muslim akan menjamin keberlangsungan produksi mereka. Setiap produk dari negara-negara itu telah tersedia tempat pemasarannya. Dengan demikian akan terjamin pula keberlangsungan usaha penduduknya. Yang kedua pasar bersama diharapkan dapat lebih menjamin cadangan devisa negara-negara yang terlibat di dalamnya. Karena perputaran uang yang cendrung stabil di antara mereka.
  3. Penyatuan sistem mata uang Islam
    Meskipun ini bukanlah sebuah upaya seperti membalikkan telapak tangan, tapi kita optimis ia akan bisa diwujudkan suatu saat kelak. Kita sudah saksikan realitas bahwa Eropa telah berhasil memperkuat posisi keuangan mereka terhadap Amerika dengan menyatukan mata uang mereka. Selanjutnya yang kita harapkan dari penyatuan ini adalah digunakannya kembali mata uang intrinsic yaitu dinar dan dirham[2]. Mata uang dengan nilai intrinsic ini sesungguhnya adalah solusi yang nyata bagi inflasi yang seolah menjadi “barang wajib” dari hari ke hari.
    Pada awal 1970an nilai tukar dolar AS terhadap emas adalah $35 per ounce (31g). Pada tahun 2003, nilainya menjadi $350 per ounce. Jadi nilai dollar AS dalam kurun 30 tahun merosot hanya tinggal 1/10 nilai semula.[3]
    Harga 1 ekor ayam pada masa Rasulullah adalah 1 dirham,[4] harga ayam sekarang sekitar Rp 75.000,- (setara 1 dirham). Harga seekor kambing di zaman Nabi saw adalah 1 dinar[5], sekarang harga kambing sekitar Rp. 2.000,000,- (setara 1 dinar).



[1] Yusuf Qaradhawy, 2013,Malamih al Mujtama al Muslim,alih bahasa Abdus Salam Masykur & Nurhadi, Era Adicitra Intermedia, Surakarta, h.324.
[2] Dinar adalah koin emas 22 karat seberat 4,25gr. Dirham adalah koin perak murni seberat 2,975 gr.
[3] Zaim Saidi, 2003, Gemirincing Dinar, Muslihat Uang Kertas, Intisari Nomor 447, April 2003, h.173.
[4] Zaim Saidi,ibid, h.176.
[5] Loc.cit.

No comments:

Post a Comment