MASYARAKAT YANG DIHADAPI NABI NUH
Bermulanya
Paganisme dan Politheisme
Menurut Ibnu Katsir, jarak antara Nabi Nuh dan Nabi Adam
adalah 10 abad atau seribu tahun, yang mana selama itu ummat manusia semuanya
beriman dan menyembah Allah.[1]
Sepeninggal Nabi Idris as, manusia ada yang kafir dan jahat, adapula yang baik
sehingga dicintai kaum kerabatnya dan orang-orang yang tinggal disekitarnya. Di
antara mereka itu adalah Wad, Suwa’, Yaghut, Ja’uuq dan Nash. Inilah asal
muasal nama-nama berhala itu diambil. Dengan dalih untuk mengenang jasa-jasa
mereka dan untuk mengingatkan semangat peribadatan umat ketika itu, maka
dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol visualisasi fisik mereka.
Kaum Nabi Nuh bernama Bani Rasib.[2] Pada
awalnya mereka hanya mengagumi patung-patung itu sebagai orang-orang soleh yang
berjasa bagi mereka. Kemudian pada generasi berikutnya beredarlah
dongeng-dongeng tentang kehebatan orang-orang yang dipatungkan itu. Dongeng dan
mitos itu berkembang sedemikian rupa sehingga mempengaruhi cara berfikir
masyarakat. Pada tahap inilah patung-patung itu dipercayai memiliki kekuatan
mistik yang dapat memberi manfaat dan bahaya bagi mereka.[3] Mereka
berbuat yang demikian itu dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu.
Maka dimulailah bentuk peribadatan yang menyimpang dari
ajaran tauhid. Dengan bergantinya generasi, patung-patung itu justru disembah
dan dijadikan tuhan. Mereka menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan tempat meminta
kebaikan dan tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala
sesuatu dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil berhala-berhala
itu dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda, Suwaa’, dan Yaghuts. Kadang
dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama berhala ini diwarisi masyarakat Arab di
masa jahiliyah.
وقالوا لا تذرن آلهتكم ولا
تذرن ودا ولا سواعا ولا يغوث ويعوق ونسرا
Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali
kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali
kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq,
dan Nasr.” (QS.Nuh[71]:
23).
Di kondisi masyarakat seperti itulah Nabi Nuh a.s. diutus. Allah
mengutus Nabi Nuh karena ummat manusia mulai menyembah berhala dan tenggelam
dalam kesesatan dan kekafiran. Allah mengutus belliau sebagai rahmat bagi ummat
manusia. Beliau adalah Rasul pertama yang diutus kemuka bumi.[4]
Sebagaimana diketahui, Nabi Nuh adalah orang yang sangat
fasih dalam bertutur, cerdas akalnya, pemikirannya jauh ke depan, santun
perilakunya, sangat sabar tatkala harus berdebat, memiliki kemampuan
berargumentasi yang kuat, dan punya kekuatan meyakinkan lawan bicara. Dengan
bekal itu Nabi Nuh mengajak kaumnya untuk kembali kepada Allah swt. Sayang,
kaumnya menolak seruannya. Namun Nuh a.s. tetap memberi peringatan tentang
dahsyatnya siksa pembalasan di hari kiamat. Dan kaumnya tetap membisu dan tuli.
Nuh a.s. terus memotivasi mereka dengan imbalan pahala yang sangat besar jika
mau beriman, namun mereka semakin menutup telinga dan mata.
لقد أرسلنا نوحا إلى قومه فقال
يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره إني أخاف عليكم عذاب يوم عظيم
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak
ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah),
aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).” (QS.Al A’raf [7]:
59).
Kerusakan
Masyarakat dan Alasan Penolakan atas Dakwah
Menurut Al-Qur’an bahwa pada zaman Nabi Nuh terdapat dua
golongan manusia. Mereka terbagi dalam kelompok orang kaya dan terhormat, yakni
kelompok borjuis dan kapitalis serta kelompok kaum buruh dan fakir yang disebut
kelompok proletar. Namun, kaum buruh dan fakir menerima dakwahnya. Akan tetapi
kelompok orang kaya dan bangsawan menolak dakwahnaya disertai ejekan dan mereka
tidak mau dipesamakan dengan orang-orang miskin karena mereka merasa lebih
mulia dan tidak layak bersama orang yang lebih rendah derajatnya.
فقال الملأ الذين كفروا من
قومه ما نراك إلا بشرا مثلنا وما نراك اتبعك إلا الذين هم أراذلنا بادي الرأي وما نرى
لكم علينا من فضل بل نظنكم كاذبين
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang
kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang
manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti
kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya
saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami,
bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". (QS Huud [11] : 27)
Bahkan mereka berjanji akan menerima ajarannya jika beliau
bersedia mengusir semua kaum fakir dan budak dari majelisnya. Tetapi Nabi Nuh
menolak syarat yang mereka ajukan.
ويا قوم لا أسألكم عليه مالا
إن أجري إلا على الله وما أنا بطارد الذين آمنوا إنهم ملاقو ربهم ولكني أراكم قوما
تجهلون . ويا قوم من ينصرني من الله إن طردتهم أفلا تذكرون .
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku
tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku
hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang
telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi
aku memandangmu suatu kaum yang tidak Mengetahui. Dan (dia berkata):
"Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir
mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?” (QS. Hud [11]: 29-30).
No comments:
Post a Comment