Saturday, September 3, 2016

KAUM NABI NUH AS

MASYARAKAT YANG DIHADAPI NABI NUH
Bermulanya Paganisme dan Politheisme
Menurut Ibnu Katsir, jarak antara Nabi Nuh dan Nabi Adam adalah 10 abad atau seribu tahun, yang mana selama itu ummat manusia semuanya beriman dan menyembah Allah.[1] Sepeninggal Nabi Idris as, manusia ada yang kafir dan jahat, adapula yang baik sehingga dicintai kaum kerabatnya dan orang-orang yang tinggal disekitarnya. Di antara mereka itu adalah Wad, Suwa’, Yaghut, Ja’uuq dan Nash. Inilah asal muasal nama-nama berhala itu diambil. Dengan dalih untuk mengenang jasa-jasa mereka dan untuk mengingatkan semangat peribadatan umat ketika itu, maka dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol visualisasi fisik mereka.
Kaum Nabi Nuh bernama Bani Rasib.[2] Pada awalnya mereka hanya mengagumi patung-patung itu sebagai orang-orang soleh yang berjasa bagi mereka. Kemudian pada generasi berikutnya beredarlah dongeng-dongeng tentang kehebatan orang-orang yang dipatungkan itu. Dongeng dan mitos itu berkembang sedemikian rupa sehingga mempengaruhi cara berfikir masyarakat. Pada tahap inilah patung-patung itu dipercayai memiliki kekuatan mistik yang dapat memberi manfaat dan bahaya bagi mereka.[3] Mereka berbuat yang demikian itu dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu.
Maka dimulailah bentuk peribadatan yang menyimpang dari ajaran tauhid. Dengan bergantinya generasi, patung-patung itu justru disembah dan dijadikan tuhan. Mereka menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan tempat meminta kebaikan dan tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala sesuatu dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil berhala-berhala itu dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda, Suwaa’, dan Yaghuts. Kadang dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama berhala ini diwarisi masyarakat Arab di masa jahiliyah.
وقالوا لا تذرن آلهتكم ولا تذرن ودا ولا سواعا ولا يغوث ويعوق ونسرا
Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.” (QS.Nuh[71]: 23).
Di kondisi masyarakat seperti itulah Nabi Nuh a.s. diutus. Allah mengutus Nabi Nuh karena ummat manusia mulai menyembah berhala dan tenggelam dalam kesesatan dan kekafiran. Allah mengutus belliau sebagai rahmat bagi ummat manusia. Beliau adalah Rasul pertama yang diutus kemuka bumi.[4]
Sebagaimana diketahui, Nabi Nuh adalah orang yang sangat fasih dalam bertutur, cerdas akalnya, pemikirannya jauh ke depan, santun perilakunya, sangat sabar tatkala harus berdebat, memiliki kemampuan berargumentasi yang kuat, dan punya kekuatan meyakinkan lawan bicara. Dengan bekal itu Nabi Nuh mengajak kaumnya untuk kembali kepada Allah swt. Sayang, kaumnya menolak seruannya. Namun Nuh a.s. tetap memberi peringatan tentang dahsyatnya siksa pembalasan di hari kiamat. Dan kaumnya tetap membisu dan tuli. Nuh a.s. terus memotivasi mereka dengan imbalan pahala yang sangat besar jika mau beriman, namun mereka semakin menutup telinga dan mata.
لقد أرسلنا نوحا إلى قومه فقال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره إني أخاف عليكم عذاب يوم عظيم
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).” (QS.Al A’raf [7]: 59).
Kerusakan Masyarakat dan Alasan Penolakan atas Dakwah
Menurut Al-Qur’an bahwa pada zaman Nabi Nuh terdapat dua golongan manusia. Mereka terbagi dalam kelompok orang kaya dan terhormat, yakni kelompok borjuis dan kapitalis serta kelompok kaum buruh dan fakir yang disebut kelompok proletar. Namun, kaum buruh dan fakir menerima dakwahnya. Akan tetapi kelompok orang kaya dan bangsawan menolak dakwahnaya disertai ejekan dan mereka tidak mau dipesamakan dengan orang-orang miskin karena mereka merasa lebih mulia dan tidak layak bersama orang yang lebih rendah derajatnya. 
فقال الملأ الذين كفروا من قومه ما نراك إلا بشرا مثلنا وما نراك اتبعك إلا الذين هم أراذلنا بادي الرأي وما نرى لكم علينا من فضل بل نظنكم كاذبين
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". (QS Huud [11] : 27)
Bahkan mereka berjanji akan menerima ajarannya jika beliau bersedia mengusir semua kaum fakir dan budak dari majelisnya. Tetapi Nabi Nuh menolak syarat yang mereka ajukan.
ويا قوم لا أسألكم عليه مالا إن أجري إلا على الله وما أنا بطارد الذين آمنوا إنهم ملاقو ربهم ولكني أراكم قوما تجهلون . ويا قوم من ينصرني من الله إن طردتهم أفلا تذكرون .
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak Mengetahui. Dan (dia berkata): "Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?” (QS. Hud [11]: 29-30).



[1] Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya’, alih bahasa M Abdul Ghofar, Pustaka Azzam, Jakarta, 2008,, hal.79.
[2] Ibnu Katsir, ibid, hal 80.
[3]Bey Arifin, Rangkaian Cerita dalam Al Qur’an, Al Ma’arif, Bandung, 1952, h.44.
[4] Ibnu Katsir, op.cit, 80.

No comments:

Post a Comment