Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia sejarah diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar
terjadi pada masa yang lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi.[1]
Pengertian ini memberi tekanan pada materi peristiwa yang terjadi di masa
lampau, seolah peristiwa-peristiwa itu berdiri sendiri-sendiri, tidak saling
terkait. Padahal tidak semua peristiwa
pada masa lampau dapat dimasukkan dalam lingkup sejarah. Yang masuk kedalam
lingkup sejarah adalah kejadian, institusi dan pribadi yang mempunyai
signifikansi secara historis, yaitu yang cukup punya pengaruh terhadap orang
lain, kejadian-kejadian lain dan institusi-institusi lain, sehingga membuatnya
bermanfaat untuk diingat.[2]
Pengertian yang lebih
dinamis terkandung dalam kata history dalam bahasa Inggris yaitu; branch of
knowledge dealing with past events, political, social, economic, of the
country, continent or the world.[3]
Sedangkan dalam bahasa
Arab, sejarah disebut dengan at Tarikh (.(التاريخ
جملة الأحوال والأحداث التي يمر بها كائن ما, ويصدق على الفرد
والمجتمع, كما يصدق على الظواهر الطبيعية والإنسانية.[4]
Secara terminologis
sejarah diambil dari bahasa Arab, syajaratun, yang berarti pohon atau
silsilah, menjadi kata yang digunakan dalam bahasa Indonesia melalui
perantaraan bahasa melayu.[5] Istilah
ini kemudian banyak dikaitkan dengan silsilah, babad, tarikh, mitos, legenda
dan sebagainya. Jadi sejarah adalah riwayat masa lampau yang menjelaskan asal
dan proses suatu peristiwa.[6]
Kalimat syajarah ini
memberikan gambaran analogis petumbuhan peradaban manusia dengan pohon yang
tumbuh dari biji yang kecil menjadi pohon yang rindang dan berkesinambungan.[7] Nampaknya
pengertian yang menjelaskan makna analogis sejarah itu adalah yang ditulis Ibnu
Khaldun dalam Muqaddimahnya:
Sejarah adalah catatan
tentang masyarakat manusia atau peradaban dunia; perubahan-perubahan yang
terjadi dalam sifat masyarakat itu seperti kekejaman, keramahan, dan solidaritas
kelompok, golongan dan suku, revolusi-revolusi, pemberontakan-pemberontakan
oleh sekelompok masyarakat terhadap masyarakat lainnya yang kemudian melahirkan
kerajaan-kerajaan atau negara-negara, dengan berbagai macam tingkatannya, tentang
perbedaan kegiatan-kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencari penghidupan
mereka, atau dalam berbagai ilmu pengetahuan dan pertukangan, dan pada umumnya
bagi semua perubahanan yang terjadi dalam peradaban sebagai watak dari
peradaban itu sendiri.[8]
Maka jelaslah bahwa sejarah bukan hanya berbicara tentang
peristiwa itu sendiri tetapi juga tentang hubungan-hubungan dan
dinamika-dinamika yang melatarinya dan mengiringinya.
[1]
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta,1991, hal.887.
[2]
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Dunia Pustaka Jaya,
Jakarta, 1995, hal.88.
[3]
A.S. Hornby, etc, The Advanced Learner’s Dictionary of Current English,
Oxford University Press, 1973, p. 469.
[4]
Ibrahim Musthafa dkk, Al Mu’jam Al Wasith, Al Maktabah Al
Islamiyah li Tiba’ah wa an Nasyr wa at Tawzi’, Istambul, 1972, hal.13.
[5]
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, op.cit, hal.51.
[6]
Hariyono, ibid, hal.51.
[7]
Ahmad Manshur Suryanegara, Menemukan Sejarah, Wacana Peregarakan Islam di
Indonesia, Mizan, Bandung, 1995, hal.21.
[8]Ibnu
Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, alih bahasa Ahmadie Thaha,
Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001, h.57.
No comments:
Post a Comment