Wednesday, March 16, 2016

Makna Keshabaran

Allah Subahanahu wata'ala berfirman:

وما محمد إلا رسول قد خلت من قبله الرسل أفإن مات أو قتل انقلبتم على أعقابكم ومن ينقلب على عقبيه فلن يضر الله شيئا وسيجزي الله الشاكرين وما كان لنفس أن تموت إلا بإذن الله كتابا مؤجلا ومن يرد ثواب الدنيا نؤته منها ومن يرد ثواب الآخرة نؤته منها وسنجزي الشاكرين وكأين من نبي قاتل معه ربيون كثير فما وهنوا لما أصابهم في سبيل الله وما ضعفوا وما استكانوا والله يحب الصابرين
Artinya: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah se dikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. QS Ali Imron 144-146

Sebab turunnya ayat
Berkata Athiyah Al Aufi, “Pada hari pertempuran Uhud, pasukan islam mengalami kekalahan. Sekelompok orang berkata, sungguh Muhammad telah terbunuh, maka tahanlah tangan kalian, sesungguhnya mereka itu saudara-saudara kalian juga. Sekelompok yang lain berkata, “Jika Muhammad telah terbunuh maka bertahanlah atas apa yang telah dipertahankan nabi kalian sampai kalian menyusulnya. Maka Allah menurunkan ayat ini.[1]
Ibnu Abi Hatim  meriwayatkan dari Ar Rabi’, ia berkata, “Ketika kaum muslimin ditimpa kekalahan, mereka berteriak-teriak memanggil Rasulullah. Orang-orang berkata, “Rasulullah telah terbunuh.” Maka sekelompok orang berkata, “Seandainya ia benar seorang nabi, tentu tidak akan terbunuh.’ Sekelompok yang lain berkata, ‘Berperanglah demi sesuatu yang karenanya Nabi kalian telah berperang, hingga Allah memenangkan kalian atau kalian menyusul beliau.’ Lalu Allah menurunkan ayat ini.”[2]
Imam Ibnu Katsir menceritakan bahwa pada pertempuran Uhud telah berhembus kabar tentang terbunuhnya Nabi saw. Seseorang bernama Ibnu Qami’ah mengaku telah membunuh Nabi padahal ia hanya melukai Nabi pada kepalanya. Setan telah ikut pula menyebarluaskan agitasi ini. Berita bohong ini telah melemahkan semangat sebagian pasukan maka turunlah ayat ini.[3]

Ayat yang Unik
Ayat ini unik karena seolah-olah turun dua kali. Pertama adalah pada saat peranng Uhud. Yang kedua hari wafatnya Rasulullah saw. Ayat ini dibaca oleh Abu Bakar pada saat orang-orang sedang galau pasca wafatnya Nabi Muhammad saw. Diriwayatkan dari Az Zuhri dari Ibnu Abbas, bahwa Abu Bakar keluar dan melihat Umar sedang berbicara dengan orang-orang. Ditegurnya Umar, “Duduklah hai Umar!” Kemudian melanjutkan, “Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah mati. Siapa yang menyembah Allah, sungguh Allah tidak akan pernah mati.  Lalu membaca “Muhammad itu hanyalah seorang Nabi sampai akhir ayat.
Said bin Musayyab bercerita bahwa Umar berkata, “Demi Allah begitu aku mendengar Abu Bakar membacanya, sontak berpeluhlah aku, kedua kakiku lemas hingga terjatuh ke tanah.”
Pada hari wafatnya Rasulullah itu, Umar bin Khattab membawa pedangnya sambil mengancam siapa saja yang berkata bahwa Rasulullah telah wafat. Ini dulu juga dilakukannya pada perang Uhud. Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Umar, ia berkata, “Ketika peperangan Uhud, kami terpisah dari Rasulullah, lalu aku mendaki bukit Uhud, di sana aku dengar orang-orang berkata, ‘Muhammad telah terbunuh’. Maka aku berkata dalam hati, ‘Tak seorang pun yang mengatakan bahwa Muhammad telah terbunuh kecuali akan saya bunuh.”[4]
Seolah-olah Allah secara khusus melatih para sahabat untuk mempersiapkan mereka menghadapi peristiwa wafatnya Nabi saw. Sebagian dari para sahabat itu bahkan mengatakan seolah-olah ayat ini baru diturunkan untuk mereka ketika Abu Bakar membacakannya.

Makna ayat secara global
Ayat-ayat ini secara umum membangkitkan semangat tempur pasukan Uhud. Imam Ibnu Katsir menjelaskan beberapa point penting[5]. Yaitu :
  1. Bahwa setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah.
  2. Barangsiapa yang beramal untuk kepentingan dunia, ia akan mendapatkan sebagian dari bagian dunianya tapi tidak ada lagi bagiannya di akhirat. Bahkan bisa saja bagiannya di dunia itu dipercepat, tetapi tempat kembalinya adalah neraka jahannam. Dan barangsiapa yang beramal untuk kepentingan akhiratnya maka ia akan mendapati pahala akhiratnya.
  3. Allah menghibur para sahabat Nabi yang tergabung dalam pasukan di Uhud itu dengan menceritakan bahwa sebelum mereka banyak para pejuang yang bertempur bersama Nabi mereka dengan shabar. Mereka itu tidak menjadi lemah, lesu dan menyerah karena kesulitan yang menimpa mereka di jalan perjuangan itu.


Soliditas Pasukan mengatasi Perang Isssu
Pada perang Uhud ini setan membantu kaum musyrikin dengan menyebarkan berita bohong kematian Rasulullah untuk melemahkan semangat kaum muslimin. Ibnu Rahuyah meriwayatkan dalam musnadnya dari Az Zuhri bahwa pada peperangan Uhud setan meneriakkan bahwa Rasulullah telah terbunuh. Kaab bin Malik berkata, “Saya orang pertama yang mengetahui kondisi Rasulullah sebenarnya. Saya melihat beliau memakai topi baja, lalu berteriak, “Itu Rasulullah!”[6]
Orang-orang musyrik Quraisy sengaja melakukan agitasi itu, namun operasi ini tidaklah terlalu berpengaruh terhadap pasukan. Sebagian sahabat yang mengetahui perihal yang sebenarnya melakukan upaya mengcounter berita bohong. Sekalipun ada anggota pasukan yang terganggu dengan agitasi itu tetapi  yang lebih berperan mempertahankan mental pasukan adalah kemampuan mereka secara internal meredam rencana musuh itu. Mereka saling menguatkan satu sama lain. Itu karena mereka  adalah pejuang sejati.
Al Bayhaqi meriwayatkan dari Abu Najih bahwa seorang lelaki dari Muhajirin berpapasan dengan seorang lelaki dari Anshar yang berlumuran darah. Lalu ia berkata, “Apakah engkau merasa bahwa Rasulullah telah terbunuh?” Orang Muhajirin itu menjawab, “Jika pun beliau terbunuh, beliau sudah menyampaikan risalahnya. Maka berperanglah demi agama kalian.”[7]
Semasa hidup Rasulullah saw, Imam Ali bin Abi Thalib biasa mengatakan, “Demi Allah, kami tidak akan berbalik ke belakang setelah kami diberi petunjuk oleh Allah. Demi Allah, jika ia (Nabi Muhammad) mati atau terbunuh, aku akan tetap berjuang mempertahankan apa yang beliau pertahankan sampai aku mati. Demi Allah, aku adalah saudaranya, sepupunya, pelindungnya dan ahli warisnya. Maka siapa yang lebih berhak terhadapnya dari pada aku?”[8]
Pada ayat ke 146 Allah menjelaskan sifat para pejuang dari generasi terdahulu yaitu :
  1. Tidak wahn. Wahn adalah  hubbuddunya wa karohiyatul maut (cinta dunia dan takut mati) sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam haditsnya.
  2. Tidak dha’ufu, yaitu lesu dan lemah karena merasa tidak punya kesanggupan.
  3. Tidak istikanah, patah semangat dan menyerah pada kesulitan.

Kemudian Allah merangkum ketiga sifat itu dengan menyingkatnya sebagai keshabaran. Dan sungguh sifat-sifat ini ada pada para sahabat Rasulullah dalam pasukan Uhud itu. Ayat-ayat ini turun tentang mereka, bukan untuk mereka, tapi untuk kita. Wallahu’alam.

Daftar Pustaka
Abul Hasan Ali bin Ahmad Al Wahidi An Naysabury, Asbab an Nuzul.
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir.
Jalaludin As Suyuthi, Al Lubab an Nuqul fii Asbabinnuzul.



[1] Abul Hasan Ali bin Ahmad al Wahidi an Naysabury, Asbab an Nuzul
[2] Jalaludin As Suyuthi, Al Lubab an Nuqul fii Asbabinnuzul
[3] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir
[4]Jalaludin As Suyuthi, op.cit.
[5] Ibnu Katsir, op.cit
[6] Jalaludin As Suyuthi.op.cit
[7] ibid
[8] Ibnu Katsir, op.cit

No comments:

Post a Comment